Book Review : Buya Dr. Maksum Malim, Lc., M.Pd.I Pengabdian di Jalan Dakwah dan Pendidikan


Back Cover

Buku ini mengungkap semua yang belum terungkap. Menceritakan yang tak sempat terceritakan. Lika-liku dan tantangan pengabdian di bidang dakwah dan pendidikan Buya Dr. Maksum Malim, Lc., M.Pd.I merintis Diniyyah Al Azhar (DIAZ) Jambi bersama Umi Dra. Hj. Rosmaini MS., M.Pd.I dari hutan Rimbo Tengah, Muara Bungo, hingga menjadi lembaga pendidikan terlengkap dan terbesar di Provinsi Jambi.

Identitas Buku

Judul : Biografi Buya Dr. Maksum Malim, Lc., M.Pd.I. Pengabdian di Jalan Dakwah dan Pendidikan. Kisah Perjuangan di Balik Kesuksesan Diniyyah Al-Azhar (DIAZ) Jambi

Penulis : Rochmad Widodo

Kontributor Utama : H. M. Hafizh El-Yusufi, S.Pd.I., MM

Editor : Jaja Suhana

Desain sampul dan isi : Muhammad Faeq

Tahun Terbit : 2021

Penerbit : Penerbit Biografi Indonesia CV. Republik Sukses Indonesia

Tentang Buya

Kami biasa memanggilnya Buya, sekilas terlihat, Buya adalah orang yang cukup pendiam, tak banyak bicara, asumsiku mungkin beliau lebih suka berpikir daripada berbicara. Walau tak sering terlihat di podium-podium, sepak terjang beliau di dunia dakwah dan pendidikan tentunya tak diragukan lagi.

Ada baik-nya teman-teman membaca dulu review buku yang ini Book Review : Perempuan Tangguh (Umi Dra. Hj. Rosmaini, MS., M.Pd.I) agar reviewnya nyambung ya.

Umi Rosmaini yang mendirikan Pondok Pesantren Diniyyah merupakan istri dari Buya. Bayangkan bagaimana mungkin seorang istri bisa melanjutkan perjuangannya jika tidak bertemu dengan seorang suami yang tepat. Bagaimana mungkin Pondok Pesantren yang terus berkembang pesat sampai saat ini bisa terus berkembang jika tidak ada dukungan dari keluarga? Pasti sangat sulit. Keluarga layaknya pondasi yang kokoh, untuk membentuk sebuah peradaban yang baik harus dimulai dari membangun keluarga yang baik pula. Orang-orang di Jambi mungkin lebih kenal Umi Rosmaini sebagai pendiri Pondok Pesantren Diniyyah, memang benar, namun orang-orang mungkin tak terlalu kenal siapa yang selama ada dibalik layar ikut berjuangan mencapai kemajuan, dialah Buya. Buku ini hadir untuk menjelaskan apa yang tidak dijelaskan, untuk menceritakan apa yang tidak terceritakan

Review

Terus terang saja saat membaca buku ini, penulis membawa hanyut pembaca dengan pilihan kata yang mendalam. Di bagian prakata, penulis menyampaikan “Di awal pertemuan umumnya kesederhanaan jarang menjadi pusat perhatian. Namun begitu menyelaminya, justru sedikit orang yang bisa menahan untuk tak terhanyut mendalaminya. Ibarat pepatah, air tenang lebih menghanyutkan. Nah, mungkin seperti itu juga gambaran kesan sosok Buya Dr. Maksum Malim, Lc., M.Pd.i. untuk sebagian orang yang baru berkenalan dan lantas berkesempatan mengakrabkan diri berbincang dengannya”

Setelah membaca buku ini, memang kita terhanyut untuk terus mendalami karakter dan perjuangan beliau.  Buku ini diawali dengan kisah perjumpaan Buya dengan istrinya Umi Rosmaini. Zaman dahulu, perjodohan memang sangat kental, namun baiknya perjodohan adalah biasanya orang yang dijodohkan sudah mengalami proses penyaringan oleh keluarga sehingga orang yang dipilih adalah orang yang sudah benar-benar terpilih. Waktu itu perjodohan Buya dan Umi difasilitasi oleh kakak dari Buya yakni Hj. Asma Malim. Buya yang waktu itu masih kuliah di Riyadh, Saudi Arabia, pulang ke Indonesia untuk menikahi Umi yang waktu itu masih bergerilya mendirikan Pondok Pesantren di Rimbo Tengah, Muara Bungo, setelah menikah mereka langsung terpisah, bertemu lagi di Mekah lalu setelah itu Long Distance Marriage (LDM) selama 4 tahun sebab Buya harus menyelesaikan kuliahnya. 

Kisah perjuangan Buya dalam menempuh pendidikan disajikan secara apik dalam buku ini. Buya yang berasal dari Nagari Pakansinayang sebuah desa di Sumatera Barat merupakan anak dengan ekonomi lemah. Nagari Pakansinayang waktu itu memang mayoritas masyarakat ekonomi kelas bawah, terkenal daerah miskin dan masyarakatnya banyak yang bodoh. Walau lingkungan tak bersahabat, tahun 1965 Buya tetap nekad melanjutkan kuliah di IAIN Padang –sekarang telah menjadi UIN Imam Bonjol- namun karena keterbatasan ekonomi, kuliahnya tidak selesai. 

Beliau pun merantau ke Bandung hingga singkat cerita beliau berhasil menjadi staff Buya Natsir yang merupakan Perdana Menteri Republik Indonesia pada saat itu. Kuasa Allah SWT disebabkan menjadi staff Buya Natsir, beliau mendapatkan beasiswa untuk kuliah S1 di Arab Saudi, kesempatan langka itu dimanfaatkan dengan baik oleh Buya walau  setelah itu harus dihadapi dengan tetes keringat perjuangan.

Tahun 1991 Buya berhasil menyelesaikan kuliah di Arab Saudi lalu pulang membantu Umi Rosmaini mengurus pesantren. Waktu itu pesantren yang dibuka di lokasi hutan belantara masih butuh banyak perjuangan untuk pembangunan. Buya ikut mencangkul, mengajar dan lain sebagainya hingga banyak cibiran yang datang pada mereka, namun mereka selalu tak menghiraukan cibiran orang lain, tetap berjuang mencapai harapan. Mimpi Umi Rosmaini yang ingin mendirikan pesantren kini menjadi mimpi bersama, itulah harta terbesar yang dimiliki manusia yakni keluarga yang erat dan kuat dalam tolong menolong menegakkan agama Allah. 

Ketika Umi Rosmaini harus sering melakukan perjalanan jauh berhari bahkan berminggu untuk mencari dana demi pembangunan pesantren maka Buya yang mengurus operasional pesantren ketika ditinggal Umi. Bayangkan begitu mulia hati Buya melepas kepergian istri sekaligus mendukungnya, perannya sangat besar dalam menjaga keutuhan keluarga sekaligus mencapai mimpi bersama. Buya layaknya akar kayu yang kokoh, semakin kokoh ketika pohon semakin tinggi, semakin kuat ketika badai menerpa.

Selanjutnya adalah cerita-cerita perjuangan membangun sekolah Diniyyah di Kota Jambi dan Kabupaten Tebo juga mengalami hiruk pikuk perjuangan. Buya selalu andil dalam susah dan senang perjuangan ini. Sampai saat ini Perguruan Diniyyah Al-Azhar memiliki 3 lokasi yakni di Muara Bungo, Kota Jambi dan Muara Tebo.

Kesimpulan

Menurut saya, laki-laki seperti Buya adalah lelaki langka yang Allah kirimkan untuk Umi. Jika bukan Buya, mungkin tak ada yang sanggup bertahan dalam perjuangan, karakter pantang menyerah yang dimiliki Buya mampu melengkapi Umi. Kombinasi yang cocok seperti kopi dan gula, melengkapi.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari buku ini tentang kesabaran, pantang menyerah dan kepercayaan pada kuasa Alah SWT.

Demikian, Semoga terbantu.

 


Komentar

POPULAR POST