BOOK REVIEW : ASIYAH – SANG MAWAR GURUN FIR’AUN (SIBEL ERASLAN)

book-review-asiyah-istri-firaun

Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir’aun ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surge dan selamatkan aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim” (QS. At-Tahrim, 66:11)





Pagi itu, Nil menangis untuk saudara perempuannya…

Seluruh ikan yang berada di dalamnya, mutiara-mutiara yang berada di tepiannya, anemone yang berada jauh di dalamnya, pohon-pohon akasia yang berada di sudutnya, gurun-gurun yang menjaga bukit-bukit rahasia di dalamnya…

Semua menangis…

Setangkai mawar akan tetap indah meskipun telah tiada. Meninggalkan kesan yang tak terlupakan. Asiyah adalah mawar yang tumbuh mekar mewangi di gurun-gurun Mesir. Memegang teguh akidahnya, percaya akan Allah yang Mahatunggal, bahkan hingga jilatan lidah api menyentuh kulitnya. Asiyah, seorang ibu yang mengasuh bayi Musa yang ditemukannya terhanyut di Nil, seorang muslimah yang sungguh pantas menjadi teladan.

Judul                    : Asiyah – Sang Mawar Gurun Fir’aun

Penerbit                : Kaysa Media

Penulis                 : Sibel Eraslan

Jenis Buku           : Novel

Tebal Buku          : 444 halaman


book-review-asiyah-istri-firaun



Siapa yang tak kenal dengan penulis buku Sibel Eraslan. Namanya begitu terkenal di kalangan novel sejarah terutama Serial 4 Wanita Penghuni Surga. 4 wanita itu diantaranya Khadijah r.a istri pertama Rasulullah SAW, Fatimah az-Zahra  putri Rasulullah SAW, Maryam ibunda Nabi Isa a.s dan Asiyah istri Fira’aun.


Pertama kali terlintas nama Asiyah dan sebelum membaca buku ini, aku terngiang-ngiang dengan kisah Fir’aun yang begitu sering diceritakan orang-orang, tentang bagaimana kezalimannya dan azab yang diberikan Allah SWT kepadanya. Kisah kekejaman Fir’aun ini seolah menutupi cerita istrinya Asiyah yang malah sebaliknya. Ketika kita berkisah tentang Fir’aun kemudian akan berkisah tentang Asiyah maka kita seperti membalikkan telapak tangan, jauh berbeda.


Buku ini mengisahkan tentang kondisi peradaban Mesir jauh sebelum peradaban ketika Fir’aun berkuasa. Dalam buku ini kisah masa kecil Asiyah dan Fir’aun cukup mendominasi. Tentu saja kisah ini jarang sekali diceritakan dalam ceramah-ceramah singkat sebab cerita mereka sangat panjang.


Asiyah adalah salah satu anak terpilih yang selamat dari kehancuran peradaban Amarna karena  ulah pemberontakan. Waktu itu seluruh penduduk dari seluruh golongan dibunuh atau dipenjarakan. Sejak awal Amarna adalah pengikut Aton, sebutan untuk Tuhan Tunggal, Tuhan yang Satu. Termasuk Asiyah, dia dilahirkan ditengah kaum yang mempercayai Tuhan yang Tunggal, Asiyah sendiri merupakan salah satu cucu raja yang berpengaruh di Amarna. Namun setelah pemberontak menguasai Mesir, seluruh inskripsi, kuil, tempat pemakaman dan dokumen-dokumen resmi dihapuskan. Para penulis menutup sejarah dengan rapi dan dibuatlah sejarah baru seolah peradaban sebelumnya tak pernah ada. Muncullah peradaban baru yang dikuasai oleh para penyembah berhala dan pemerintahan yang jauh lebih buruk dari sebelumnya, mereka membuat kota baru yang disebut Memphis.


Asiyah yang waktu itu mendapat keselamatan ditempatkan pada sebuah sekolah khusus untuk pemerintahan yakni Akademi Kerajaan bersama dengan Fir’aun kecil dan anak-anak beruntung lainnya, jumlah anak-anak sebenarnya 40 namun banyak yang gugur dalam perjalanan dari Amarna ke kota baru Memphis sehingga tersisalah 10 anak. Pada dasarnya Asiyah dan Fir’aun kecil adalah teman belajar. Hingga kemudian Kerajaan yang menentukan jadi apa mereka setelah dewasa.


Akademi Kerajaan merupakan sebuah institusi yang didirikan untuk mempersiapkan tugas dan peran mereka di masa depan dengan kurikulum yang telah disiapkan untuk mendidik anak-anak istimewa ini, akademi ini merupakan bangunan 2 lantai yang berada di arah barat laut Istana besar yang menghadap ke Sungai Nil. 


Dari sinilah kehidupan Asiyah berubah. Dalam kesedihannya ditinggal oleh keluarganya, ia harus berjuang bertahan hidup dan belajar dengan sungguh-sungguh agar menjadi orang berguna nantinya. Tahun demi tahun berlalu, anak-anak tumbuh dengan bakat mereka masing-masing. Pada waktu yang telah ditentukan mereka pun mendapat tugas masing-masing di kerajaan. Diantara seluruh anak yang dididik di Akademi Kerajaan, Fir’aun kecil memiliki karakter kepemimpinan yang paling kuat, cerdas dan dapat membuat orang lain hormat kepadanya namun dia memiliki kelemahan berupa sifat ambisius dan perfeksionis. Sementara Asiyah unggul dalam bidang kesenian dan logika, ia menyimbolkan kedamaian dan berkah, karena itulah Fir’aun ditetapkan menjadi Raja dan Asiyah menjadi Ratunya.


Baca Juga : 

Book Review : Dear Allah (Diana Febi)

Book Review : Cinta yang Tak Biasa (Natta Reza & Wardah Maulina)


Singkat cerita, dalam masa kepemimpinannya, Ratu Asiyah menjadi Ratu yang sangat baik dan memperhatikan rakyatnya, dengan kesukaannnya dalam berkebun, Ratu terus menyumbangkan buah-buahan dari kebunnya untuk kebutuhan masyarakat dalam masa paceklik. Ratu Asiyah benar-benar memanfaatkan kekuasaan untuk melakukan banyak pertolongan, hatinya lembut dan mudah tersentuh. Sementara itu Fir’aun tumbuh menjadi Raja yang ambisius akan kekuasaan dan juga angkuh. Saat sang Raja melakukan perbudakan, saat itulah Asiyah memberi bantuan pada yang kelaparan. Meskipun sang Raja seolah tak pantas bagi istrinya namun Raja Fir’aun tak pernah melukai Asiyah bahkan sering memberikan hadiah untuk istrinya.


Begitulah kehidupan yang dijalani Asiyah, kesepian demi kesepian menghinggapinya. Begitu jauh jarak antara Ratu Asiyah dan Raja Fir’aun sampai seolah-olah mereka adalah dua orang yang asing. Kesendirian Asiyah membuatnya menginginkan seorang anak yang bisa menemani hidupnya.


Hingga suatu saat dalam peradaban Raja Fir’aun, Raja mulai panik akan munculnya pemberontakan, padahal itu karena ulahnya sendiri yang kejam kepada rakyat, karena itu demi alasan keamanan muncullah kebijakan untuk membunuh anak laki-laki yang lahir, satu tahun dibiarkan lahir, satu tahun selanjutnya dibunuh hidup-hidup.


Saat itu di tahun kematian, seorang anak laki-laki lahir ke dunia yang disembunyikan oleh orang tuanya. Orang tua bayi memutuskan tak akan menyerahkan anak tersebut pada pemerintah untuk dibunuh. Namun persembunyian itu dengan cepat terendus, bayi itu bernama Musa, orang tuanya tak rela jika harus membunuhnya maka Musa dihanyutkan di Sungai Nil sampai Ratu Asiyah menemukannya.


Sesampainya di istana, Raja Fir’aun mengetahui anak yang diambil Asiyah dari Sungai Nil adalah anak yang lahir di tahun kematian, namun karena rasa iba Raja kepada Ratu maka Musa akhirnya diperbolehkan untuk diadopsi. Ratu membesarkan Musa hingga dewasa.


Mungkin begitulah kira-kira bagian kecil dari kisah-kisah menarik di buku ini. Awalnya mungkin membaca buku ini membuat kita harus berpikir keras untuk memahaminya namun semakin dibaca, ceritanya semakin mengalir dan membuat penasaran. Karakter baik Asiyah dijelaskan detail sepanjang buku ini, sosok Asiyah sangat cocok dicontoh bagi wanita-wanita zaman sekarang, berkarakter kuat dan tak mudah terpengaruh oleh lingkungan. 


Di dalam novel ini, sampai ia meninggal disaksikan oleh rakyatnya sendiri, Asiyah tetap mempercayai ajaran lelulurnya yakni ajaran Nabi Yusuf a.s., tetap percaya pada Tuhan yang Esa walau dia berada dalam lingkungan yang tak mempercayai itu. Dalam kekejaman Fir’aun pada masyarakat, Asiyah tetap melakukan apa menurutnya benar dan sesuai dengan hati nuraninya, keteguhan dan keberaniannya patut dicontoh.


Novel ini sangat layak dibaca. Setelah membaca novel ini aku mencoba belajar bagaimana bisa menjadi wanita sekuat Asiyah, wajar ia menjadi wanita penghuni surga sebab hatinya begitu baik seolah dunia yang kejam tak mampu mengotori hatinya yang bersih.


Maka dari itu, para wanita mari kita berusaha menjadi seperti Asiyah, berpegang teguh pada keimanan dan ketakwaan adalah jembatan lurus menuju surga Allah SWT.


Semoga kita bisa mencontohnya dan juga menjadi salah satu wanita penghuni surga, Aamiin.



 

Komentar

POPULAR POST