Kendari, Laut Begitu Menyayangimu


“Kamu Optimis Vi?”
            “Ah, iya, aku optimis Kak” ucapku sembari tersenyum menatap pada Kak Ria, beliau adalah satu-satunya ahli make up  profesional yang kukenal dan kini tidur sekamar denganku di hotel ini,  beliau sungguh baik hatinya, cantik rupanya dan begitu anggun tingkahnya, beberapa kali aku dibelikan makanan dan dibayarkan ongkos taksi sehingga kantong mahasiswaku tidak terkuras habis. 

            Hari ini adalah fieldtrip, ah tidak sepenuhnya fieldtrip, jika selama ini fieldtrip yang aku jalani adalah sepenuhnya untuk jalan-jalan sambil bersuka cita dan selfie sepuasnya, namun kali ini fieldtrip-ku akan menentukan nasibku selama 7 hari di sini, di pulau ini, akankah aku beruntung atau belum beruntung, akankah ada piala sebagai oleh-oleh kebanggaan yang akan kubawa  pulang ke kampung halaman di Pulau Sumatera? Akankah sia-sia provinsiku mengucurkan dana untuk membiayai keberangkatanku? Sungguh yang akan datang adalah sebuah misteri dan takkan ada yang bisa memecahkan misteri itu kecuali aku bisa menjalani esok dan menyadari bahwasannya malaikat Izrail belum mencabut nyawaku. Fieldtrip-ku adalah untuk mencari sumber insprirasi, menemukan ide cerita yang berbalut makna-makna kehidupan dan akan tersampaikan dalam deretan huruf demi huruf, kata demi kata yang kuharap akan bisa kaubaca nantinya.

 *pemandangan pinggir laut (sumber : dokumentasi pribadi)



            Kota Kendari sungguh begitu berbeda dengan kotaku, Provinsi Jambi. Sungguh kotaku tak kenal akan laut yang begitu luasnya, atau pantai yang begitu mudah ditemui di pinggir-pinggir jalanan kota, juga objek wisata satu dengan lainnya yang hanya berjarak tak lebih dari 2 jam lamanya. Pesonanya begitu indah,  alamnya menyajikan ketenangan laut yang tiada habisnya, layaknya lautan milik Pulau Sulawesi yang takkan habisnya.


 *kawasan wisata hutan mangrove (sumber : dokumentasi pribadi)

 *kawasan wisata hutan mangrove (sumber : dokumentasi pribadi)
 *kawasan wisata hutan mangrove (sumber : dokumentasi pribadi)

            Kunjungan dimulai dari wisata Hutan Mangrove yang barusaja diresmikan oleh Walikota Kendari di awal tahun 2016. Masih begitu baru sehingga tak ditemukan kerusakan fasilitas apapun di tempat ini. Tempat ini terletak di Pulau Bungkutoko yang untuk mencapainya butuh waktu sekitar 2 jam dari Kota Kendari. Kulihat betapa tenangnya hutan ini, telingaku begitu jelas mendengar kicauan dari berbagai jenis burung yang hinggap di ranting pohon-pohon bakau. Kuakui betapa mulia keberadaanmu wahai hutan bakau sebab tanpamu air laut dan tanah daratan ini tidaklah bersahabat baik seperti saat ini. 



 *pelabuhan Bungkutoko (sumber : dokumentasi pribadi)

*pelabuhan Bungkutoko (sumber : dokumentasi pribadi)

Dari hutan ini aku melewati Pelabuhan Bungkutoko, merupakan pelabuhan yang sangat besar di Kendari,dan  laut menjadi terasa semakin luas.



*perkampungan Suku Bajo (sumber : dokumentasi pribadi)


            Aku tiba di perkampungan Suku Bajo. Suku Bajo (juga disebut suku bajau) merupakan suku asli Pulau Sulawesi, mereka dahulunya sangat terkenal dengan kehidupan yang tidak menetap, mencari sumber kehidupan di lautan lepas berbulan-bulan lamanya, berpindah-pindah dari pinggiran sebuah pulau ke pinggir pulau lainnya sehingga kehebatan mereka melaut sudah tidak diragukan lagi. Namun seiring berjalannya waktu mereka mulai tinggal menetap di pinggir salahsatu pulau dan kini aku melihat kampung mereka yang begitu eksotis, rumah-rumah papan yang ditegakkan oleh tiang-tiang kayu  berjejer  dengan jalan penghubung antar rumah yang tersusun dari papan, cukup rapi sama halnya dengan rumah-rumah di daratan. 

*perkampungan Suku Bajo (sumber : dokumentasi pribadi)


*perkampungan Suku Bajo (sumber : dokumentasi pribadi)


Sumber pencaharian penduduk tentu saja dari laut, kutemukan begitu banyak perahu kecil yang bersandar di tiang-tiang penyangga rumah, tentu saja sejumlah perahu lainnya sedang mengarungi lautan lepas, begitu banyak ikan-ikan yang sengaja disusun di atas sobekan karung dan diletakkan diatas jalan-jalan penghubung antar rumah agar menerima panas matahari sampai ikan tersebut menjadi benar-benar kering, dan sore itu juga  kutemui sejumlah anak-anak kecil sedang bermain dengan air bercampur lumpur yang tergenang di bawah rumah-rumah mereka, begitu sederhana dan begitu bahagia. Bersuka hatilah mereka sebab laut telah memberi mereka segalanya, kehidupan yang damai, ikan yang tak pernah habisnya, keluarga yang bahagia dan tempat bermain yang menyenangkan, aku mengagumi kehidupanmu yang damai, adik-adik kecil

*Pulau Bokori (sumber : dokumentasi pribadi)

*Pulau Bokori (sumber : dokumentasi pribadi)


Tak hanya sampai di kampung ini, dari Kampung Bajo, dengan perahu salahsatu dari penduduk kampung ini aku menyeberangi lautan biru menuju sebuah pulau yang paling terkenal di Provinsi Sulawesi Tenggara, Pulau Bokori. 

Sepanjang perjalanan sungguh rugi rasanya saat mengedipkan mata, pemandangan biru lautan begitu indah dan tenang, dan akhirnya aku menemukan Pulau Bokori  yang begitu menawan, pasir putih yang melingkupi seluruh pulau ini begitu cantik, aku bisa dengan mudah menemui bintang-bintang laut sembari menyusuri garis pantai Pulau Bokori. Katanya dahulu di pulau ini juga ditinggali oleh orang-orang Suku Bajo, mereka juga membuat perkampungan disini, namun kini mereka telah dipindahkan ke pinggir daratan, karena itulah kini Pulau Bokori didedikasikan penuh sebagai tempat wisata. Namun kau tak perlu bersedih wahai orang-orang Bajo, yakinlah lautan masih begitu menyayangimu.
*Pantai Nambo(sumber : dokumentasi pribadi)

*Pantai Nambo(sumber : dokumentasi pribadi)

            Esok harinya aku melanjutkan perjalanan  menuju  sebuah pantai di ujung desa, nama desanya sama persis dengan nama pantainya, Nambo. Hingga akhir tahun 2016 pantai ini masih dilakukan promosi besar-besaran oleh Pemerintah Sultra. Sepanjang perjalanan mataku disuguhi dengan pemandangan laut yang begitu dekat dari sisi jalan, selesai dari pantai ini aku mengelilingi wilayah kota dan berakhir di sebuah wisata di pinggir jalan, warga kendari biasa menyebutnya Kendari Beach atau disingkat Kebi, sebab memang air laut hanya berjarak beberapa meter dari pinggir jalan. Di pinggir jalan yang dekat dengan air laut inilah banyak ditemukan tempat-tempat hiburan seperti kafe dan tempat karaoke. Sementara di pinggir jalan yang lain berjejerlah panganan khas dari Kota Kendari yakni pisang epe dan sarabba.

*Pisang epe dan sarabba (sumber : dokumentasi pribadi)

Maka Kendari, lihatlah air laut itu tak mengganggumu namun justru memberikanmu kebahagiaan, gulungan ombaknya tidaklah menakutkanmu namun justru menentramkan kehidupanmu, sebab air laut dan segala sesuatu tentang lautan sudah seperti bagian dari kehidupanmu. Kendari lihatlah, laut begitu menyayangimu.


(Inspirasi Pekan Seni Mahasiswa Nasional / PEKSIMINAS 2016 di Kendari, Sulawesi Tenggara)

Komentar

POPULAR POST